Games of Life: Mobile Legends-Senandung Api dan Angin

Saat itu mentari bersinar cerah. Aku berjalan di halaman yang luas itu seorang diri. Sang angin tak henti-hentinya membelai rambutku. Perlahan kurebahkan diriku sembari mendengar lantunan lagu dari burung-burung yang sedang bermain disana. Tanpa sadar aku tertidur.

Perlahan kubuka mataku ketika sayup-sayup terdengar seseorang memanggil namaku. Terlihat seorang anak laki-laki dengan rambut kuning emas menyapaku dengan hangat. 

"Vale! Kamu selalu saja tertidur di tempat seperti ini," katanya sembari mengulurkan tangannya, membantuku untuk bangkit.

"Kamu ini benar-benar seperti orang tua, sangat gemar berjemur dan menatap matahari. Apa halaman kerajaan kami ini begitu membosankan untukmu?" lanjutnya. 

Walau kata-katanya sedikit arogan, tapi dia sebenarnya sangat baik. Terlebih, dia sangat berharga bagiku. "Aku suka tempat ini. Suara angin dan burung membuatku merasa damai," jawabku.

Mendengar jawabanku, dia hanya menertawakanku, "Hahaha... kamu lucu juga."

"Omong-omong, rombongan diplomatik negara angin akan segera berangkat. Kita harus bergegas," lanjutnya sembari berjalan di depanku. Aku mengikutinya dari belakang, melihatnya berjalan dengan langkah yang pasti. Sesekali dia melirikku dan aku hanya membalasnya dengan senyum. 

Aku dan dia telah berteman sejak lama. Kami begitu dekat, sampai-sampai kami menganggap hubungan kami ini seperti saudara. Walau sifatnya yang hangat, penuh semangat, dan sangat aktif berlawanan denganku yang cenderung tenang, namun itu tidaklah masalah. Kami bisa saling mengisi satu sama lain. Tak ada yang lebih berharga bagiku selain dia.

Tanpa sadar berapa lama aku telah menatap saudaraku itu, akhirnya kami telah sampai di halaman depan istana. Di sana terlihat ayahku sedang berbicara dengan Alas, Raja dari Kerajaan Api sebelum aku serta rombonganku pergi kembali ke rumah.

"Sudah waktunya aku berangkat. Jagalah dirimu baik-baik, Alas."

Alas tertawa mendengar cara ayahku berbicara kepadanya. "Bertahun-tahun kita telah berteman, tapi kamu masih saja suka menggunakan kata-kata diplomatik ini," sahutnya dengan santai. Walau terlihat begitu, beliau sangat berwibawa. Seluruh rakyatnya sangat mencintainya.

"Kerajaan Api semakin makmur di bawah kepemerintahanmu. Bawahanku telah banyak mendengar pujian-pujian tentang dirimu. Aku merasa terhormat bisa menyaksikan langsung dengan mataku sendiri sekali lagi."

Tidak tinggal diam, Alas pun membalas pujian ayahku, "Lembah Angin pun sangat beruntung memiliki pemimpin yang bijaksana dan mulia seperti dirimu. Kapan-kapan aku pasti akan berkunjung kesana." Sembari mengusapkan tangannya ke kepala anaknya, Alas melanjutkan, "Tidakkah kau ingin mengucapkan selamat tinggal pada Vale?"

Dia tertawa. Sekilas aku bisa melihat persamaan antara mereka berdua. Aku melihat Alas muda di dalam dirinya, penuh wibawa dan kharisma. Aku pun berjalan mendekatinya. Senyum lebar menghiasi wajahnya seakan kita takkan berpisah untuk waktu yang lama. Ya, memang itu yang kuharapkan.

"Sampai jumpa lagi," katanya.....

Aku pun pergi bersama ayahku beserta pasukannya, kembali ke Lembah Angin. Rasanya sangat tidak sabar untuk bertemu dengannya lagi. Aku yakin saat kita bertemu lagi suatu saat nanti, hubungan kita akan semakin erat.

Namun kenyataan tidak senaif pikiranku. Tak lama setelah itu, kami bertemu lagi. Ya. Pertemuan untuk yang terakhir kali. Pertemuan yang begitu menyakitkan karena kami harus saling melawan satu sama lain. Kenyataan bahwa Alas bersama kerajaannya telah digerogoti energi kegelapan memaksa ayahku untuk menghabisi mereka. Pertarungan cukup sengit hingga akhirnya ayahku berhasil menancapkan pedangnya ke tubuh Alas.

"Selamat tinggal, kawan. Kau telah dikuasai oleh energi kegelapan. Beristirahatlah dengan tenang."

Alas yang bersimbah darah jatuh tersungkur di hadapan ayahku. Melihat ayahnya terbunuh, saudaraku itu menangis, hendak menghampiri ayahnya yang sudah tidak bergerak. Namun melihat dia datang, ayahku segera menghentikan langkahnya. Ayahku menatapnya dengan dingin, "Son of Flame, Valir. Kau mungkin juga telah dikuasai oleh kegelapan. Maka dari itu, tak boleh ada yang tersisa."

Valir sangat murka terhadap ayahku, terhadap pasukan ayahku, dan mungkin juga terhadapku. Dia berlari hendak menyerang ayahku dengan amarahnya. "Kau akan membayar ini! Pergilah ke neraka!"

Namun sebelum ia sempat menyentuh ayahku, aku segera menghentikannya. Dengan angin milikku, aku menyerangnya hingga ia terkapar. Ayahku yang melihat itu langsung menyerahkan Valir kepadaku untuk kuhabisi.

Kulihat dia terbaring di atas tanah yang dingin, tidak bergerak. Tapi aku masih bisa mendengar napasnya yang lemah. Untuk sesaat aku merasa iba. Tak sedikitpun di benakku terbayang bahwa aku harus menghabisi saudaraku ini. Hal yang telah kita lalui bersama, apa benar kau telah melupakannya dikarenakan kegelapan? Karena aku masih mengingat dengan jelas kenangan yang telah kita rajut. Karena bayangan-bayangan itu, akhirnya kuputuskan untuk tidak menghabisinya.

"Jika kau masih hidup, dengarkan aku baik-baik," kataku. "Menyerahlah. Jika kau tidak bisa mengalahkanku, kau takkan bisa mengalahkan ayahku. Aku takkan membunuhmu karena kamu adalah sahabatku. Pergilah dan jalanilah hidupmu dengan normal," lanjutku sembari memalingkan badanku dan pergi meninggalkannya.

Untuk sesaat aku meliriknya kembali. Aku harap kau mengerti bahwa apa yang telah kulakukan ini adalah demi kebaikanmu. Dari lubuk hatiku yang paling dalam mungkin aku berharap agar kita bisa bertemu kembali walau aku yakin kau akan memiliki luka yang besar di dalam hatimu. Tapi yakinlah bahwa kau masih tetap saudaraku. Tak akan ada yang bisa merubah hal itu. Selamat tinggal, kawan.

......................................................................................................................................................................

Ketika itu aku berpikir, apakah hidupku akan berakhir disini. Tak kusangka dia akan menghabisi nyawa ayahku. Tapi aku bisa apa? Napasku terasa berat. Membuka mata pun terasa sangat sulit. Hal terakhir yang kudengar adalah suaranya yang sayup-sayup mengasihaniku. Aku benci ini! Kenapa hal ini terjadi pada kami? Aku marah, aku kesal. Tapi aku tak berdaya. Hanya dingin yang kurasakan, kehidupan yang begitu dingin hingga menusuk tulangku. Ayah....

Usai kejadian itu, aku dirawat dan dididik oleh seorang penggila sihir bernama Gord. Dia juga membantuku melatih kekuatan api milikku. Namun ada hal yang paling ia larang namun harus kulakukan demi sebuah pembalasan.

"Perlahan lepaskan. Kau harus mengontrol kekuatanmu," katanya ketika mengajariku teknik sihir baru. "Potensimu lebih tinggi daripada murid-muridku yang lain. Kau mengingatkanku pada diriku sewaktu muda dulu. Aku yakin kau akan memiliki masa depan yang cerah," lanjutnya memujiku.

Guruku ini begitu baik terhadapku. Dia mengajariku setiap ilmu yang ia miliki. Dia selalu berkata bahwa aku memiliki potensi yang sangat besar. Hal itu kujadikan sebagai pandangan untukku agar lebih giat melatih kemampuanku.

Hingga suatu malam, aku nekat melakukan eksperimen yang telah kupikirkan sekian lama, yaitu menggabungkan arcane dengan sihir agar aku menjadi semakin kuat. Namun guru memergokiku.

"Valir! Apa yang kau lakukan?"

"Master..."

"Energi murni arcane tidak bisa digabungkan dengan sihir unsur dasar!" teriaknya dengan nada khawatir. "Hal itu akan menghancurkanmu! Hentikan sekarang! Ini perintah!"

Aku tahu hal ini tidaklah mudah dan sangat berbahaya. Aku pun tahu seberapa khawatirnya guru terhadapku. Tapi aku tidak bisa berhenti sekarang.

"Aku membutuhkan kekuatan ini. Inilah satu-satunya cara agar aku bisa membalaskan dendamku," sahutku. Kurasakan banyak energi mengalir di dalam diriku. Aku yakin ini pasti akan berhasil. Kau akan berhenti mengkhawatirkanku, guru.

"Jadi, kau takkan berhenti? Kalau begitu aku harus mengambil kembali apa yang telah kuajarkan padamu." Guru terlihat begitu murka. Tapi aku tak peduli. Tak seorangpun bisa menghalangi rencanaku.

Ledakan pun terjadi. Guru sebisa mungkin mencoba menghentikanku tapi aku takkan berhenti. Apapun yang ia katakan, aku takkan terpengaruh.

"Valir! Berhenti sekarang dan aku akan mengampunimu!"

"Aku tak peduli! Aku takkan berhenti! Arcane Flame!" Di tengah kekacauan itu, akhirnya aku berhasil menggabungkan kedua kekuatan tersebut.

"D-Dia berhasil?!"

Ledakan kembali terjadi. Ledakan yang cukup besar yang berhasil membakar bangunan-bangunan di sekitarnya. Guru tak dapat berbuat banyak. Ia hanya bisa tertegun melihat keberhasilanku.

"Selamat tinggal, Master. Terima kasih telah merawatku selama ini."

"Valir..."

Dari hari itu aku berkelana untuk membalaskan dendamku yang telah kupendam selama bertahun-tahun. Dan tempat yang paling pertama yang harus kukunjungi adalah Lembah Angin. Dimana ini akan menjadi reuni yang menyenangkan.


-Senandung Api dan Angin Selesai-


Kisah ini dibuat berdasarkan Trailer Hero Vale dan Valir Mobile Legends: Bang Bang dengan sedikit tambahan untuk memuluskan alur cerita.


Maaf untuk video trailer Valir IMO tidak ambil dari channel resmi MLBB karena sudah IMO cari-cari tapi tidak ketemu.
Gambar bersumber dari Google.

Comments

Popular posts from this blog

Anime: Detective Conan-The Messed Puzzle Part 6 (RUM Theory & Kandidat Keempat)

Anime: Detective Conan-The Messed Puzzles Part 1 (Apakah Asaca itu Rum?)

Anime: Detective Conan-The Messed Puzzle Part 2 (RUM dan 3 Terduga Utama)